How to be life as yourself?
Pertanyaan yang selalu terngiang di setiap harinya, adalah bagaimana caranya menjalani hidup dengan menjadi dirimu sendiri, menyelesaikan semuanya dengan caramu sendiri, berfikir dengan fikiranmu sendiri dan mengetahui bahawa ini adalah hidup yang kau jalani dengan caramu sendiri.
Hanya sebuah pertanyaan yang bisa dijawab saat usia berakhir.

Karena pada dasarnya hidup itu bukanlah larutan yang setimbang, bukan pula sebuah padatan yang terlalu kaku, dan bukan pula sebuah gas yang mengambang tak tentu arah. Hidup itu bagai suatu kesetimbangan larutan yang zat terlarut dan zat pelarutnya mengalir secara terus menerus namun dalam debit yang ‘random’. Terkadang, zat terlarutnya yang berlebih, terkadang zat pelarutnya yang berlebih, sehingga kesetimbangan selalu bergeser ke kanan dan kekiri, terkadang zat itu terlalu jenuh sehingga mengendap, terkadang juga zat itu terlalu encer. Jadi apa intinya, lebih sederhananya yaitu hidup bagai bola dan bola itu bundar, kadang diatas dan juga kadang di bawah. Kalo ‘teori kesetimbangan’ tadi hanyalah peralihan ke dunia kimianya saja.

Apalah itu.

Ya, begitulah, saya juga bukanlah orang yang sudah berkumis lebat dengan uban disana sini, dan juga belum pernah makan garam sebanyak mungkin karena takut hipertensi (banyak makan garam= peribahasa), saya Cuma seorang yang gak tahu sedang hidup dimana lalu menganalisis dengan kepala saya tentang apa yang ada.

Terkadang, kita di pilihkan oleh Tuhan suatu pilihan dalam hidup, mau pilih ini atau itu, mau yang enak apa yang nggak enak. Dan, kadang juga kita dipilihkan dalam sesuatu yang masih buram apakah ini enak atau enggak. Namun dalam menentukan pilihan itu ada dua cara bagaimana kita memilihnya, yang pertama itu dengan menuruti kemauan hati (suara hati), yang kedua adalah suatu analisis fikiran dan akal.

Yang saya ketahui, analisis dengan hati itu kita menentukan suatu hal dengan hati kita sendriri. Dengan mendengarkannya bicara. Ya, sifat hati itu sendiri adalah sesuatu yang immaterial, namun dia tahu apa hal yang salah dan apa hal yang benar dia itu murni. Jadi dalam menentukan pilihan oleh hati, pilihan yang kita ambil hanya mempertimbangkan pertimbangan moral saja, dan terkadang juga kita akan terbebani dengan keputusan itu membebani dalam hal fisik, namum beban dalam hati akan hilang jika kita komitmen dengan pilihan kita dan menjalaninya dengan ikhlas.

Misalkan saja, kita dihadapi dengan suatu masalah. Kita sedang asik jalan- jalan di taman kota, meski sendiri karena emang jomblo, lalau setelah selesai jalan- jalannya kita memutuskan buat pulang. Diperjalanan pulang kita melihat seorang nenek- nenek yang sedang membawa belanjaan barang, berat banget belanjannya itu sekarung beras buat persediaan 5 bulan makan, ‘kata si nenek’. Nah, kalau dilihat kasihan juga tuh, masa si nenek harus manggul beras sekarung . Pasti saat itu nurani kita kasihan dan iba pada si nenek, dan hati kita berkata ‘hayu bantu si nenek.’ Maka, kita akan membantu si nenek tersebut dengan memanggul karung beras ke rumah si nenek. Setelah selesai membantu, maka kita kan capek dan lelah, tulang- tulang remuk semua, encok pegellinu, lalu manggil tukang pijit wah berat kan?

Nah, diatas adalah keputusan yang diambil oleh hati nurani kita tanpa mempertimbangkan akal, memang kita akan senang bisa membantu si nenek memanggul beras ke rumahnya, tapi pada akhirnya badan kita lemas. Sungguh pilihan yang berat kawanku. Pilihan hati memang gampang di putuskan cukup dengan mendengarkannya saja, namun terkadang pilihan tersebut berat buat dilaksanakan.

Pemutusan pilihan yang kedua adalah dengan pertimbangan akal. Memang Tuhan itu baik sekali kawanku, Ia menciptakan akal manusia sebagai bekal manusia menaklukkan dunia ini, lihat saja perkembangan dunia bisa secanggih ini itu semua berkat akal yang diberikan oleh Tuhan pada manusia, jadi siapakah Yang Maha Pintar? Tentu saja Dia Yang Menciptakan, dan Memberi.

Akal mempunyai sifat nyata dan materil dan sangat logis sekali dalam mengambil keputusan, maka untuk mengerjakan soal matematika, dan yang eksak memang otak yang diandalkan. Namun, sering kali akal dipengaruhi oleh ego, karena berfikir logis tersebut. Dalam memutuskan sesuatu akal berfikir dengan sangat logis dan mempertimbangkan segala resiko, namun terkadang jika resiko yang diambli terlalu berat, ego mempengaruhinya sehingga kita tidak mengambil keputusan yang beresiko tersebut meskipun itu adalah keputusan yang terbaik.

Misalkan saja masalah karung beras si nenek tadi, saat kita melihatnya maka hati kita akan menyuruh kita untuk membantunya, namun jika akal yang mengambil keputusan serta ego mempengaruhi maka akan banyak sekali pertimbangan.

‘Kalo aku bantu nenek itu, maka aku akan ketinggalan angkot, lalu aku akan capek karena mengangkat karung itu, kalo tak dibantu biarkan saja, si nenek gak kenal sama aku, nanti juga ada yang membatu dan menjemput nenek tersebut, biarkan saja biar aku bantu dengan doa.

Mungkin seperti itulah jika akal dan ego yang berfikir akhirnya kita tidak membantu nenek tersebut karena pertimbangan- pertimbangan tersebut.

Namun, bagaimanakah jika kita menggunakan keduanya secara bersamaan?

Jawabannya, maka akan cocok sekali. Tuhan menciptakan akal dan hati manusia bukan untuk saling bertolak belakang, namun untuk saling bersinergi antara satu dan yang lainnya dalam menyelesaikan masalah. Tergantung bagaiana kita menentukan porsi sinergi tersebut antara satu dengan yang lainnya. Jika kita menentukan suatu kebaikan dengan hati, maka akallah yang akan ikut andil dalam merusmuskan suatu caranya.

Misal dalam kasus karung beras nenek tadi, tentu saja hati kita akan menyuruh kita untuk membantu si nenek yang sedang kesusuahan. Maka akal lah yang akan mencari cara bagaimana kita membatu si nenek tersebut. Lalu misalkan saja kita mempunyai ide, bagaimana kalau menyewa ojek untuk si nenek dan kita yang membayarnya, maka dengan hal itu kita dapat membantu si nenek tanpa membebani kita, meski harus mengeluarkan uang untuk ongkos si nenek, namun ikhlaskan saja karena Alloh Ta’ala yang akan membalasnya kelak.

Nah, seperti itulah seharusnya akal dan hati bersinergi, karena Tuhan menciptakan segalanya dengan tujuan-Nya dan untuk mempermudah manusia di dunia ini berbeda dengan makhluk lainnya di bumi ini.

Namun, semua itu memang tak mudah, karena permasalahan di dunia ini bukanlah masalah karung beras si nenek saja, banyak permasalahan yang harus kita selesaikan di kehidupan sehari- hari yang bervariasi tingkat kesulitannya, ada yang mudah dan ada yang sulit dan rumit, kesemua itu adalah cobaan dari Alloh SWT kepada kita manusia karena Dia masih sayang dan masih memperhaikan kita semua.

Semua itu kalau di ibaratkan bagaikan praktikum kimia di lab, seperti kita mau mensintesis suatu senyawa dari bahan- bahan yang ada. Di jurnal kita tahu dan hafal flowsheetnya, tata caranya, prosedurnya, reaksi kimianya kita sudah hafal diluar kepala, bahan- bahan kimia sudah tersedia, peralatan praktikum sudah lengkap, tinggal kita mempraktekkannya saja. Namun, sangat wajar jika hal itu tidak berjalan sempurna saat kita coba pertama kali, saat kita pertama kali mencobanya dengan persiapan yang matang, namun gagal, itu adalah wajar, namun dengan mencoba dan mengkaji kembali itu adalah hal yang lebih baik. Karena pengalamanlah yang mengajarkan dan menjadikan kita lebih baik lagi dalam menyelesaikan suatu masalah, dan langkah pertama untuk mendapatkan pengalaman itu adalah dengan mencoba.

Setiap orang hidup di dunia ini dengan segala perilakunya mencoba mencari caranya untuk hidup dan mencari jati dirinya sendiri. Sebodoh apapun dia hidup, seburuk apapun dia hidup, tak pernah salah jika ia mau mencoba untuk mengkaji dirinya sendiri, merubah dirinya sendiri kearah yang lebih baik, seburuk apapun dia melakukannya.