Tahun pelajaran baru, tahun awal dimana muncul wajah- wajah baru yang bermunculan, seperti bunga yang baru bermekaran di padang rumput diantara unga yang sudah tua, layu atau berbuah. Seperti jamur yang tumbuh di musim hujan, lalu muncul sinar mentari setelahnya.
Salah satu pengalaman yang bakal terjadi seumur hidup sekali. Yaitu jadi Mahasiswa Baru (Cuma hipotesa). Terkecuali beberapa teman penulis yang sekarang telah mengalihkan tujuan serta lingkungannya ke kampus yang baru dengan pilihan mereka sendiri, mereka bakal menjadi Mahasiswa Baru untuk kedua kalinya, meski umur emang udah gak memungkinkan lagi.

Hal yang dirasakan saat jadi mahasiswa baru itu, asik ga asik. Asik saat kita ketemu teman- teman baru yang mukanya masih pada polos, kayak tanpa dosa, padahal setelah itu bakal berubah beberapa derajat dari diem jadi rame. Ga asiknya, ya kalau ga asik aja, terutama kalau kita semua males jalaninn yang namanya OSPEK Kampus.
Mulai dari temen- temen baru. Saat kita jadi yang namanya MaBa, pasti sebagian besar belum kenal dengan yang lainnya, terkecuali dengan teman satu sekolahan dulunya yang emang udah pada lari kemana, so di sekitar kita Cuma ada teman dan lingkungan baru. Saat pada masa itu, kayak masih malu- malu buat kenalan bagi beberapa orang, hal- hal yang biasanya pertama ditanyakan adalah.
“Namanya Siapa?”
“Jurusan Apa.?”
“Asal Dari Mana?”
“Ngekos dimana?”
Dan sebagainya, seelah itu bakal terjadi obrolan- obrolan ringan tentang hal- hal yang mempunyai kesamaan satu diantara lainnya. Kayak Warteg sekitar kosan yang murah- murah, jika mereka ngekos di daerah yang sama. Berlanjut ke pertanyaan yang lebih pribadi dan ke personal, seperti pengalaman pribadi kenapa kuliah di Kampus tersebut, pengalaman akademis dan sebagainya. Bakal lebih rame jika si Maba punya hobi yang sama, misalnya suka sama music Boyband, atau jenis Tarling Cirebonan,obrolan bakal sangat rame, sampai temen- temen di sekitar bakalan ikut nimbrung jika punya hobi yang sama juga, dan pada akhirnya merea bakal bikin komunitas hobi sendiri, misalkan para pecinta Tarling. Asal jangan sampe turun joget aja.
Hal- hal yang akan terus berlanjut adalah ke hal personal lain, seperti latar belakang keluarga yang ditanyain. Pengalaman kakaknya yang pernah kuliah di situ, bahkan sampai pengalaman nenek moyangnya yang seorang pelaut, yang suka mengarungi samudra luas, kalau berjalan dug dug dug. Terus seorang bakal lebih akrab jika menanyakan nomer Hapenya masing- masing, hal itu bakal mengindikasikan aka nada hubungan komunikasi lebih lanjut ke tingkat yang lebih tinggi lagi. Bakal negri jadinya kalau sampai nanyain nomer sepatu, celana dan baju.

Hafal nama, beberapa hari lupa lagi. Problematika yang realistis dialami pada masa tersebut. Dimana muka- muka baru terlihat datar dan kepala- kepala botak berkeliaran dimana- mana, jadi gimana cara ngehafal namanya, jika muka dan wajahnya sama semua?
Bentuk muka dan kepala yang sama, pasti ada sesuatu yang membedakan semuanya. Toh manusia juga gak diciptakan sama semua, pasti ada ciri khas di wajahnya. Entah itu idung yang ga mancung, bibir yang ga tipis, atau warna kulit yang gak putih semua hal bias diingat dengan penglhatan visual kita sendiri, namun memang penglihatan visual memang gak sepenuhnya bias bertahan dala waktu yang lama buat mengingat. Jadi butuh pendekatan yang lebih jauh untuk dapat mengingat nama seorang satu persatu.
Salah satu hal yang penulis lakukan ialah menandakannya dari suara. Terkadang suara seseorang sangat khas suaranya, begitu juga baunya. Suara yang khas juga dengan logat serta wana nada yang dipadukan dengan tempo bahasa yang bervariasi, dan juga paduan kata yang diucapkan, kekompleksitasan itu akan menimbulkan suatu ciri dari seseorang. Tentunya, hal itu dapat dilakukan dengan pendekatan yang lebih personal, yaitu dengan ngobrol apapun dengan seorang tersebut. Sambil nyeruput kopiko white coffee juga boleh, biar gak deg- degan.

Hal yang bisa dirasakan sekali seumur hidup saat menjadi MaBa adalah perasaan yang begitu penasaran. Ibaratnya kita kayak Napoleon yang baru menginjakkan kaki di benua Amerika, atau anak kecil yang baru nyampe di taman bermain. Pengennya ngeeksplor mulu, ngubrak- ngabrik kampus tersebut. Ada kegiatan apa di kampus, pengen ikut ada organisasi apa di kampus pengen ikut juga, tentunya pas awal- awal bakal semangat, kesananya tergantung sama konsistensi aja, ada yang jadi loyo, ada yang alhamdulilah betah.
Hal yang penulis dan temen- temen penulis rasain saat jadi maba itu, pengen abis- abisan struggle buat yang namanya kuliah. Pelajaran apapun dipelajarin dengan semangat, aktif di kelas dan jadi dapet image orang yang pinter, biarpun pada dasarnya belum. Dengan semangat, maka ada yang beneran jadi pinter, ada juga yang kembali kehabitat awalnya, semuanya tergantung sama konsistensi semangat aja sih. So, kalau begitu yang penting semangat lah.

Salah satu hal yang mendasari perbedaan antara siswa dan mahasiswa yang ‘realistis’ adalah hidup sendiri, meski gak semuanya sama. Hidup di tengah hutan belantara yang namanya kostan, harus biasa survival dengan sumber daya yang ada, survivalnya bukan kayak berburu hewan buran dulu sebelum makan, atau cebok pakai daun pisang, namun survival disini lebih ke manajemen diri meliputi jiwa dan raga selama jauh dari pengawasan orang tua.
Banyak kasusnya, setelah beberapa bulan ngekos malah jadi kurus turun berapa kilo, atau malah jadi tepar masuk ugd karena curtural shock yang lebih disebabkan oleh jajanan anak warteg, dan juga menejemen perut yang ga baik. Intinya mah asupan makanan yang bergizi, bukan hanya kerupuk dan sambel teri, harus diatur sedemikian rupa sehingga bias pas di nutrisi dan juga pas dikantong.
Hal yang lian juga yaitu kebebasan yang disebabkan oleh minimnya pengawasan orang tua tadi. Hilangnya orientasi buat belajar, bahkan buat hidup, minimnya semangat belajar karena gak ada yang nyemangatin. Hal ini dapat ditunjukan dengan bangun yang selalu siang hari, ditambah dengan kuliah yang selalu ngaret tak tentu waktu. Serta nilai yang buruk karena males belajar. Ini adalah mahasiswa yang gak pernah minum extra joss, mimi dulu dong biar semanget.
Adalagi hal lain yang kayaknya bakal lebih beresiko tinggi. Yaitu dengan hiperaktifnya seorang yang jauh dari pengawasan. Malah jadi hidup sesuka hatinya, mencoba hal apa aja meskipun itu hal yang buruk, asak enjoy aja. Kadang hal ini disebabkan oleh lingkungan, dan juga ada niat serta kesempatan, maka waspadalah!
Selow- selow aja bro. tapi  ga selow amat. Enjoy lah saat enjoy, dan struggle lah saat harus struggle, meski kebebasa itu ada di depan mata, kalau kata iklan di tv mah, kebebasan itu gak nyata. Toh jika itu bakal menjadi diri kita rugi sendiri. Hal yang paling baik adalah menjadikan kebebasan untuk mengekspresikan diri ita menjadi orang yang menyempurnakan dirinya, mencoba hal baru yang membanun, dan juga kebebasan meniti langkah kedepan secara bertahap. Yeah, it’s your life, kamu hidup seperti apa yang kamu katakan, bukan hidup seperti  yang orang tua kamu katakan. Maka hiduplah seperti kata- kata mu saat engkau berdoa.

Anak kos yang bahagia adalah anak kos yang biasa makan sehat tiap hari namun dengan kantong yang selalu terisi. Tiap hari lari pagi, kuliah berprestasi, kalau sore ngaji, dan kalau malem sebelum bobo sikat gigi.
nor