Memasuki awal bulan Mei, maka kita
akan disambut oleh rentetan dua hari besar. Yaitu Hari Buruh Internasional yang
jatuh pada tanggal 1 Mei dan Hari Pendidikan Nasional yang jatuh pada 2 Mei.
Rentetan hari tersebut merupakan peringatan atas peristiwa sejarah yang dapat
merubah sistem di dunia maupun Negara kita menjadi sistem yang lebih baik.
Mengenai Hari Pendidikan Nasional yang
jatuh pada tanggal 2 Mei. Dimana pada tanggal tersebut telah lahir seorang
pemuda Indonesia pada tahun 1889 bernama Raden Mas Soewardi
Soeryaningrat atau dikenal Ki Hajar Dewantara sosok pelopor pendidikan di Indonesia.
Mengenang pada masa penjajahan Belanda
atas Bangsa Indonesia dahulu, dimana hak pendidikan dimonopoli oleh kalangan
bangsawan Belanda saja, sehingga kaum pribumi Indonesia menjadi terpuruk dalam
kebodohan. Meskipun hanya segelintir warga pribumi yang boleh masuk ke jenjang
pendidikan itu tak akan mengambil peran lebih diakibatkan hanya kaum
konglomerat dan bangsawan pribumi saja yang berpendidikan, sedangkan rakyat
jelata terus menjadi bodoh dan mau saja menuruti kehendak Belanda yang semena-
mena terhadap Bangsa Indonesia.
Ki Hadjar Dewantara merupakan penulis
yang inspiratif pada zamannya, karya- karyanya memupuk semangat nasionalisme
serta menumbuhkan rasa anti kolonialisme pada pembacanya. Salah satu karyanya
yaitu kalimat filosofis “Ing Ngarso Sun Tulodo” (Dari depan member teladan) “Ing
Madyo Mangun Karso” (Dari tengah member bimbingan), “Tut Wuri handayani” (Dari
Belakang Memberi Dorongan), itulah kalimat filosofis dari Ki Hadjar Dewantara
yang menggambarkan sikap seorang guru dalam memberikan pelajaran serta
pengajaran yang baik kepada murid ajarnya.
Salah satu tulisan beliau juga isinya
mengkritik sikap Belanda yang melakukan perayaan kemerdekaannya yang lepas dari
penjajahan Prancis pada November 1913 yang dirayakan di Indonesia dengan
menarik uang dari Bangsa Indonesia. Tulisannya yaitu Als Ik Eens Nederlander Was
(Seandainya Aku Seorang Belanda) dan petikannya sebagai berikut:
"Sekiranya aku seorang Belanda,
aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang kita
sendiri telah merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan
saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan
sumbangan untuk dana perayaan itu. Pikiran untuk menyelenggarakan perayaan itu
saja sudah menghina mereka dan sekarang kita garuk pula kantongnya.
Ayo teruskan penghinaan lahir dan
batin itu! "Kalau aku seorang Belanda" Apa yang menyinggung
perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku terutama ialah kenyataan bahwa bangsa
inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu pekerjaan yang ia sendiri tidak ada
kepentingannya sedikitpun".
Karena tulisannya tersebut, Ki hadjar
Dewantara dibuang oleh Gubernur Jendral Idenburg ke Pulau Bangka tanpa proses
pengadilan. Namun berkat dukungan dari Douwes Dekker dan Cipto Mengoenkusumo,
beliau di asingkan ke Belanda. Dan sepulangnya dari sana Beliau mendirikan
Taman Siswa.
Ki Hadjar Dewantara mempelopori berdirinya aal Onderwijs
Instituut Tamansiswa (Perguruan Taman Siswa) pada tahun 3 Juli 1922. Taman
Siswa ini merupakan konsep pendidikan pertama yang ada di Indonesia. Bagi Taman
Siswa, pendidikan adalah media menuju tujuan sebenarnya yaitu perjuangan
mencapai kemerdekaan Bangsa Indonesia. Dengan pendidikan, maka Bangsa Indonesia
menjadi Bangsa yang merdeka, merdeka di Jiwa, Raga, serta Fikirannya dan mampu
berfikir bebas untuk mencapai tujuan kemerdekaan Indonesia.
Munculnya Taman Siswa ini tak semerta
dibiarkan saja oleh pemerintah Kolonial
Belanda, banyak hambatan yang menghalangi perkembangan Taman Siswa ini,
dikarnakan pemerintah kolonial Belanda sendiri khawatir kan pergerakan anak
Bangsa Indonesia ini. Namun Banyak dukungan yang mengalir dari organisasi
Kemerdekaan Indonesia yang mendukung Taman Siswa ini. Meski dalam kekangan
Pemerintah Belanda, pergerakan Taman Siswa telah mampu mendirikan cabang 175
cabang yang tersebar di sekolahnnya ada 200 buah, dari mulai sekolah rendah
hingga sekolah menengah pada tahun 1935.
Begitulah perjuangan Ki Hadjar
Dewantara dalam memperjuangkan Pendidikan di Indonesia. Pendidikan yang mampu
mengantarkan murid didik dalam kemerdekaan jiwa dan raga, serta pemikiran yang
membebaskan mereka dari kebodohan yang terus sengaja di kekang oleh pemerintah
kolonial Belanda, sehingga Bangsa ini terus tertindas dalam jajahan
kolonialisme.
Posted by Unknown in informasi
(c) nurhidayat notes 2013. Diberdayakan oleh Blogger.